Definisi tasawuf ialah "membersihkan hati dan anggota-anggota lahir
daripada dosa-dosa, kesalahan dan kesilapan". Artinya bersih luar dan
bersih di dalam.
- Bersih di dalam: Maksudnya membersihkan hati daripada riyak, ujub, pendendam dan lain-lain mazmumah, lebih-lebih lagi daripada syirik.
- Bersih di luar: Maksudnya bersih daripada membuat yang haram, berpakaian yang haram, bercakap yang haram, menjaga mata, telinga daripada melihat dan mendengar yang haram serta lain-lain.
Bersih daripada kesalahan dan kesilapan lebih sulit lagi. Kadang-kadang kesalahan atau kesilapan itu kita tidak terasa dosa. Ini yang susah dikesan. misal Datang tetamu ke rumah tapi kita sembahyang sunat. Sepatutnya waktu itu
tidak payah sembahyang sunat tapi pergi melayan tetamu. Dia memilih
perbuatan yang kecil dengan meninggalkan perkara yang besar. Dia memilih
yang sunat dan meninggalkan yang wajib, dll.
Pada dasarnya, ajaran Tasawuf
merupakan bimbingan jiwa agar menjadi suci, selalu tertambat pada Allah
dan Tasawuf menjauhkan dari pengaruh-pengaruh selain Allah. Kemudian
dengan Tasawuf maka terbukalah hijab yang menutupinya.
Tingkatan keimanan dalam tasawuf, yang meliputi:
- Maqom Taubat ( arabic: التوبة ), yaitu meninggalkan dan tidak mengulangi lagi perbuatan dosa yang pernah dilakukan demi menjunjung ajaran Allah dan menyingkiri murka-Nya ( Imam al- Ghozali).
- Maqom Waro’, menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu, dalam rangka menjunjung tinggi perintah Allah, menurut Syaikh Ibrahim Adham. Waro’ adalah meninggalkan setiap yang syubhat (tidak jelas halal atau haramnya), Waro’ Lahiriyah: meninggalkan seluruh perbuatan kecuali perbuatan yang karena Allah, Waro’ Batiniyah: sikap hati yang tidak menerima selain Allah
- Maqom Zuhud ( زاهد ), lepasnya pandangan keduniawian dan usaha memperoleh keduniawian dari seorang yang sebenarnya mampu untuk memperolehnya.
- Maqom Shobar ( الصبر ), ketabahan dalam menghadapi dorongan hawa nafsu (Imam al-Ghozali), Syaikh Dzun Nun al-Misri mengatakan: Shobar adalah menjauhkan diri dari perbuatan yang melanggar agama, tabah dan tenang dalam menghadapi cobaan, dan menampakkan hidup lapang dalam mengalami kemelaratan.
- Maqom Faqir ( فقير ), Tenang dan tabah diwaktu susah dan memprioritaskan orang lain di kala sedang berada ( Syaikh Abu Hasan al-Nuruy). Syaikh Ibrohim al-Khawwash, mengatakan Faqir adalah selendang orang-orang mulia, pakaian para Rosul dan baju kurung kaum Sholikhah.
- Maqom Syukur ( شكر ), pengakuan terhadap kenikmatan, tindakan badan untuk mengabdi kepada Allah dan ketetapan hati untuk selalu menyingkiri yang haram, Syaikh Abul Qasim mengatakan, “Hakikat syukur adalah tidak menggunakan kenikmatan untuk maksiat, tidak segan-segan menggunakannya untuk taat sedang batasan syukur adalah mengetahui bahwa kenikmatan itu datangnya dari Allah Ta’ala.
- Maqom Khauf, Rasa ketakutan dalam menghadapi siksa Allah atau tidak tercapainya kenikmatan dari Allah, Syaik Abul Hasan al-Nury, berpendapat “orang yang Khauf adalah yang lari dalam ketakutan dari Allah untuk menuju kepada Allah”.
- Maqom Roja’, Rasa gembira hati karena mengetahui adanya kemurahan dari dzat yang menjadi tumpuan harapannya, Syaikh Abu Ali, berkata: “Khauf dan Roja’ adalah ibarat dua belah sayap burung, jika seimbang keduanya, maka terbang nya burung menjadi sempurna, jika kurang salah satunya, maka terbangnya tidak sempurna, dan jika hilang keduanya, maka burung jatuh dan menemui kematiannya.
- Maqom Tawakal, sikap hati yang bergantung pada Allah dalam menghadapi sesuatu yang disukai, dibenci, diharapkan atau ditakuti kalau terjadi dan bukan menggantungkannya pada suatu sebab, sebab satu-satunya adalah Allah(al-Muhasibi). Syaikh Sahl berpendapat, “Jenjang pertama kali dalam Tawakal adalah hendaknya hamba dihadapan Allah bersikap sebagaimana mayat dihadapan orangyang merawatnya, dibalik kesana kemari diam saja.”
- Maqom Ridho, Rasa puas hati dalam menerima nasib yang pahit (Abul Hassan al-Nuri), Rabi’ah Adawiyah menjelaskan, sewaktu ditanya bagaimana seorang hamba bisa dikatakan Ridlo, Jawabnya: “Apabila ia senang dalam menghadapi musibah sebagaimana ia senang dalam menerima nikmat. Syaikh Yahya bin Mu’arif, ketika ditanya, “Kapan seorang mencapai Maqom Ridho?” beliau menjawab: “Jika diberi mau menerima, jika ditolak ia rela, jika ditinggalkan ia tetap mengabdi dan jika diajak ia menuruti.”
secara teori tingkatan di awali dari nomer 1 berurutan sampai nomer
10, akan tetapi bisa juga ketika seseorang mengalami loncatan dari nomer
1 langsung ke no 10, dengan bimbingan seorang mursyid dan atas kehendak
Allah swt. dalam tasawuf semua bisa terjadi.
Namun, masih banyak masyarakat yang salah dan keliru dalam melihat tasawuf.
Sehingga dalam benak mereka tasawuf itu lebih identik dengan
keterbelakangan, kumuh. lusuh, miskin dan semacamnya. Itu karena tasawuf
hanya dipahaminya sebatas dzikir, wiridan. puasa, 'uzlah, mistis, dan
irrasional. Berbeda dengan pandangan tasawuf yang dikembangkan oleh Abd
Rauf al-Sinkili, yang tidak hanya berupa dan berhubungan dengan hal-hal
yang kumuh tersebut. Justru tasawuf yang benar adalah yang rasional,
tidak kumuh, dan penuh optimisme dalam kehidupan.
Sebenarnya, Benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan nabi Muhammad SAW.
Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah
dan perilaku nabi Muhammad SAW.
Tasawuf berpangkal pada pribadi Nabi Muhammad SAW. gaya hidup
sederhana, tetapi penuh kesungguhan. Akhlak Rasul tidak dapat dipisahkan
serta diceraikan dari kemurnian cahaya Alquran. Akhlak Rasul itulah
titik tolak dan garis perhentian cita-cita tasawuf dalam Islam itu. Zhunnun al-Misri
(Mesir, 180 H / 796 M – 246 H / 860 M, seorang sufi yang terkemuka,
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tasawuf ialah pembebasan dari ragu
dan putus asa, kemudian tegak berdiri beserta yakin iman. Pengertian
yang simpang siur tentang urat bahasa sufi dan tasawuf menimbulkan
pengiraan bahwa tasawuf Islam mencakup pula bahan-bahan sufi Yunani dan
mistik, serta Hindu Farsi. Pandangan tersebut merupakan pengiraan yang
keliru dan mengelirukan. Terlepas dari adanya pengakuan jujur tentang
adanya persamaan yang tampak lahirnya, ataupun mengenal istilah-istilah
dan cara-cara melatih jiwa.
Di dalam tasawuf Islam ditemukan ciri-ciri yang istimewa; yaitu pengembalian dengan cara mutlak segala persoalan agama dan kehidupan kepada Alquran dan Sunnah.
Di dalam tasawuf Islam ditemukan ciri-ciri yang istimewa; yaitu pengembalian dengan cara mutlak segala persoalan agama dan kehidupan kepada Alquran dan Sunnah.
Dan yang mungkin menjadi ahli tasawuf itu hanyalah barang siapa yang
mengetahui keseluruhan Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW. Karena itu
yang sebenarnya tasawuf adalah kefanaan diri ke dalam kemurnian alQuran
dan Sunnah.
Abdul Hasan Al Fusyandi, seorang tabi’in yang hidup sezaman dengan Hasan Al Bisri (w. 110H./728 M.) mengatakan, “Pada
zaman Rasulullah saw, tasawuf ada realitasnya, tetapi tidak ada
namanya. Dan sekarang, ia hanyalah sekedar nama, tetapi tidak ada
realitasnya.”
Pernyataan ulama dari kalangan tabi’in ini bisa menjadi acuan untuk menjawab salah satu pernyataan dari sebgian kalangan yang mengatakan bahwa tasawuf itu bid’ah. Memang benar, tidak ada istilah tasawuf pada zaman Rasulullah saw. Namun, realitasnya ada dalam kehidupan dan ajaran Rasulullah saw. seperti sikap Zuhud, Qona’ah, Taubat, Rido, Sabar, dll. Kumpulan dari sikap-sikap mulia seperti ini dirangkum dalam sebuah nama yaitu Tasawuf. Oleh sebab itu, ketika Imam Ahmad menulis buku tentang tasawuf, beliau tidak memberi nama kitab itu dengan Kitaab At-Tasawuf. Akan tetapi, beliau memberi nama kitab itu dengan Kitaab Az-Zuhud (Kitab tentang Zuhud).
Pernyataan ulama dari kalangan tabi’in ini bisa menjadi acuan untuk menjawab salah satu pernyataan dari sebgian kalangan yang mengatakan bahwa tasawuf itu bid’ah. Memang benar, tidak ada istilah tasawuf pada zaman Rasulullah saw. Namun, realitasnya ada dalam kehidupan dan ajaran Rasulullah saw. seperti sikap Zuhud, Qona’ah, Taubat, Rido, Sabar, dll. Kumpulan dari sikap-sikap mulia seperti ini dirangkum dalam sebuah nama yaitu Tasawuf. Oleh sebab itu, ketika Imam Ahmad menulis buku tentang tasawuf, beliau tidak memberi nama kitab itu dengan Kitaab At-Tasawuf. Akan tetapi, beliau memberi nama kitab itu dengan Kitaab Az-Zuhud (Kitab tentang Zuhud).
Kalau kita cermati isi kitab tersebut, hampir seluruh isinya
membicarakan persoalan-persoalan yang ada dalam kajian tasawuf. Kita
tidak perlu mempersoalkan nama, yang penting realitas atau substansinya.
Dalam mengarungi hidup, kita harus punya jiwa zuhud, qona’ah, taubat,
muraqabatullah, ‘iffah, dll. Anda boleh memberi nama untuk sederet
istilah itu dengan nama Tasawuf. Namun kalau anda tidak suka dengan
istilah Tasawuf dengan alasan istilah tersebut tidak dipakai pada zaman
Rasulullah saw, pakai saja istilah lain seperti yang digunakan Imam
Ahmad yaitu ilmu zuhud. Yang pasti, materi yang dibahas dalam ilmu zuhud
dan ilmu tasawuf substansinya sama, yang berbeda hanyalah nama.
Seorang tokoh Sufi modern, Al Junaid Al Baghdadi (w. 289H.) menyebutkan bahwa, “Tasawuf
adalah riyadhah (latihan) membebaskan hati dari hayawaniyyah (sifat
yang menyamai binatang) dan menguasai sifat basyariah (kemanusiaan)
untuk memberikan tempat bagi sifat-sifat kerohanian yang suci, berpegang
pada ilmu dan kebenaran, dan benar-benar menepati janji terhadap Allah
swt, dan mengikuti sunnah Rasulullah saw.”
Jadi kalo kita mencermati definisi diatas, bisa kita simpulkan bahwa tasawuf adalah latihan untuk membersihkan jiwa dari sifat-sifat kebinatangan dan mengisinya dengan akhlak mulia melalui pelaksanaan ajaran agama yang benar dengan mengikuti apa yang disunnahkan Rasulullah saw, dan apa yang sudah digariskan kalamullah yaitu alQur,an alKarim.
Jadi kalo kita mencermati definisi diatas, bisa kita simpulkan bahwa tasawuf adalah latihan untuk membersihkan jiwa dari sifat-sifat kebinatangan dan mengisinya dengan akhlak mulia melalui pelaksanaan ajaran agama yang benar dengan mengikuti apa yang disunnahkan Rasulullah saw, dan apa yang sudah digariskan kalamullah yaitu alQur,an alKarim.
Semoga bermanfaat....
sumber
http://titianilahi.wordpress.com/2009/11/02/tasawuf-adalah-bidah-2/
http://kawansejati.org/tasawuf
http://walijo.com/pokok-pokok-ajaran-tasawuf/
http://walijo.com/pokok-pokok-ajaran-tasawuf/
No comments:
Post a Comment